Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. (Pengk 12:13)
Seorang paling berhikmat sepanjang sejarah yang memperkenalkan dirinya sebagai Anak Daud raja Yerusalem [Pengk. 1:1] memulai pengamatan dan penyelidikan dengan cara saksama terhadap segala sesuatu yang ada di bawah matahari. Kesimpulan demi kesimpulan telah diambil dan berujung pada sikap keraguan dan sinis terhadap kehidupan, hal ini terjadi karena sang pengkotbah telah menemukan kenyataan yang tragis bahwa segala usaha manusia di bawah matahari adalah sia-sia [Pengk. 1:14] Penemuan dan kesimpulannya tidak perlu diragukan karena dia penuh hikmat. Ia telah bertahun-tahun melakukan penyelidikan bahkan sampai ke tempat-tempat yang tak terpikirkan oleh manusia lain [Pengk. 1:17].
Oleh sebab itu Kitab Pengkotbah adalah pengalaman dari seorang musafir yang mencari jalan pulang di saat usia menjelang senja, sang penulis telah mengabdikan dirinya untuk hikmat tapi telah melupakan sumber hikmat. Ia sudah terlalu jauh berjalan ke dataran hati yang paling gersang bahkan hampir tiba di dataran keputusasaan. Berlusin-lusin waktu dihabiskan hanya untuk kembali ke pangkuan sang pemberi hikmat, sampai akhirnya ia menemukan mata air kehidupan yang memancarkan kebenaran dan pengetahuan yang mengalir dari tahta TUHAN [Pengk. 12:13], satu kata untuk semua “…….takutlah akan Tuhan” suatu ingatan akan masa lalu terulang kembali, kata yang telah membesarkannya, kata yang telah mengokohkannya, kata yang telah menjadikannya begitu berhikmat, ya …saya sudah menemukannya, saya sudah kembali, sang musafir telah menemukan sumbernya. Aku harus memberitahu musafir yang lain, aku harus mengajari mereka ke sana. “…apakah Anda juga seorang musafir? Aku juga mau memberitahumu jalan kesana! [Nto]